Selasa, 26 Maret 2013

Makalah Pulau Komodo


BAB I
PENDAHULUN
  
1.1  Latar Belakang
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi.  Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa lingkungan yang tinggi karena keindahan alam yang dimilikinya yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan pemerintah selama ini yang lebih berorientasi ke darat.
Pengembangan kawasan pulau-pulau kecil merupakan suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya.  Perubahan-perubahan tersebut akan membawa pengaruh pada lingkungan hidup.  Semakin tinggi intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya dan perubahan-perubahan lingkungan yang akan terjadi di kawasan pulau- pulau kecil.
Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil menghadapi berbagai ancaman baik dari aspek ekologi yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem dan penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) maupun dari aspek sosial yaitu penerimaan masyarakat lokal. Oleh karena itu, di dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman tersebut, maka pengelolaan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) pengelolaan pulau-pulau kecil diharapkan dapat berfungsi sebagai referensi nasional (national reference) atau pedoman bagi kegiatan lintas sektor baik pusat maupun daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan pulau-pulau kecil. Sampai saat ini belum ada referensi yang integratif dan disepakati secara nasional sebagai dasar kebijakan dan strategi pengelolaan pulau-pulau kecil, sehingga menyebabkan upaya pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal.
Dalam mengembangkan kerjasama lintas sektor pusat dan daerah, masyarakat dan swasta/dunia usaha, maka Jakstranas menjadi acuan dalam penyusunan rencana strategis, rencana tata ruang dan zona, rencana pengelolaan, rencana aksi dan rencana bisnis.

1.2  Ruang Lingkup
Dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil maka diperlukan suatu landasan yang kuat dan terpadu sebagai pedoman atau panduan bagi pemangku kepentingan dalam mengembangkan pulau-pulau kecil. Landasan tersebut haruslah merupakan  kebijakan dan strategi nasional, sehingga dapat diadopsi dan dilaksanakan baik oleh kalangan pemerintah, masyarakat maupun swasta/dunia usaha. Landasan tersebut menjadi sangat strategis mengingat peraturan perundangan yang khusus tentang pengelolaan pulau-pulau kecil belum tersedia.
Pada dasarnya kebijakan dan strategi nasional diarahkan untuk dapat menjawab berbagai isu dan permasalahan dalam  pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia seperti keterbatasan sarana dan prasarana wilayah, keterbatasan ketersediaan dana pembangunan, konflik antarpihak dan lain lain.
Dokumen kebijakan dan strategi nasional pengelolaan pulau-pulau kecil ini tidak menyajikan jenis-jenis pengelolaan pulau-pulau kecil yang spesifik termasuk rincian kegiatannya karena hal tersebut merupakan putusan yang harus diambil daerah disesuaikan dengan situasi, kondisi dan karakteristik pulau-pulau kecil bersangkutan. Dokumen ini lebih diarahkan kepada para pemegang kebijakan di daerah agar dapat mengelola pulau-pulau kecil di wilayahnya sesuai dengan peruntukannya dengan memperhatikan kepentingan daerah, regional dan nasional sehingga pengelolaannya berkelanjutan dan menimbulkan dampak positif ekonomi, sosial, budaya maupun ekologi.

1.3  Tujuan
Tujuan penyusunan Jakstranas pengelolaan pulau-pulau kecil adalah menyediakan pedoman/panduan dan acuan/referensi bagi pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu : pemerintah, masyarakat, dan swasta/dunia usaha dalam penyusunan rencana strategis, rencana tata ruang dan zona, rencana pengelolaan, rencana aksi dan rencana bisnis untuk mencapai tujuan nasional dalam pengelolaan pulau-pulau kecil.


BAB I I
PEMBAHASAN


2.1  Pengertian Pulau Komodo
Di tengah nusantara Indonesia, di perbatasan propinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, ada pulau kecil yang istimewa dan namanya Pulau Komodo. Setiap tahun, beribu-ribu wisatawan mengunjungi pulau itu karena satu sebab saja; mereka mau melihat kadal terbesar di seluruh dunia, naga Komodo atau ‘ora’ dalam bahasa setempat. 
Karena penghasilan yang didapat oleh naga Komodo, pemerintah Indonesia dan pegawai Taman Nasional Komodo menetapkan banyak peraturan untuk melindungi satwa jenis tersebut. Di Indonesia jarang sekali ada situasi dimana perlindungan jenis binatang menjadi prioritas yang lebih tinggi daripada penyejahteraan komunitas. Jumlah penduduk Indonesia sangat besar dan tingkat ekonominya rendah jadi biasanya, kepentingan masyarakat lebih penting. Tetapi situasi ini berbeda.   
Taman Nasional Komodo dikeliling oleh lingkungan laut yang paling subur. Terdiri dari 260 jenis karang gosong, 70 jenis bunga karang, cacing laut, kerang-kerangan, binatang berkulit keras, ikan tulang rawan dan yang banyak tulangnya, binatang melata laut, ikan lumba-lumba, ikan paus, dan dugong. Ekosistem buminya juga istemewa. Ekosistem ini dipengaruhi oleh iklim musim kering yang lama, suhu tinggi, dan curah hujan rendah. Taman itu terletak di daerah peralihan dan ada terdapat binatang serta tumbuhan yang berasal dari benua Australia dan Asia. Ekosistem bumi termasuk padang rumput yang sangat luas, hutan tropis, dan hutan rawan. 
Beberapa jenis binatang bumi di Taman Nasional Komodo adalah endemsi. Ada binatang menyusui yang berasal dari Asia, misalnya: rusa, babi, monyet, dan musang, dan ada jenis binatang melata dan burung yang berasal dari Australia. Jenis ini termasuk kakatua. 
Tentu saja, Pulau Komodo terkenal karena binatang melatanya. Ada dua belas jenis ular bumi di Pulau Komodo yang termasuk kobra dan ular berbisa pohon hijau. Jenis kadal termasuk skink, tokek, kadal tanpa dahan, dan kadal monitor, dan jenis katak termasuk katak betung Asia. Tetapi binatang melata yang paling terkenal di pulau itu adalah naga Komodo (Varanus komodoensis). Panjang Komodo jantan bisa mencapai 3.13 meter dan beratnya lebih daripada 70 kilogram. Sedangkan yang betina jarang lebih daripada 2.5 meter tetapi keduanya bisa hidup selama 50 tahun dan berat badan yang paling berat setelah Komodo tersebut berusia lima belas tahun. 
Naga Komodo adalah jenis kuno dan nenek moyangnya hidup 100 juta tahun yang lalu. Jenis varanid berasal antara 25 dan 40 juta tahun yang lalu di Asia dan naga Komodo berasal dari jenis ini lebih daripada empat juta tahun yang lalu. Kadal ini memakan bangkai dan binatang lain. Kadal tersebut bisa berlari dengan kecepatan 20 kilometer sejam dalam waktu pendek dan dia biasanya menunggu sambil melakukan penyamaran di dekat jalan yang sering dilalui oleh binatang yang muda, tua, atau sakit. Kemudian, Komodo itu menyerang dengan cepat dan menggigit mangsanya. Mangsa itu jarang mati dengan segera, sebaliknya, mereka lari dan tidak lama kemudian mati karena keracunan darah. Ada bakteri yang bisa membinasakan dari air liur Komodo dan air liur tersebut didapat dari sekali memakan daging bangkai. Komodo dewasa bisa memakan mangsa yang beratnya 80% dari berat badannya dalam sekali telan dan mangsa tersebut biasa terdiri dari rusa, babi, kerbau, ular, binatang menyusui kecil, dan naga Komodo lain. Tidak ada banyak informasi tersedia tentang sejarah purbakala masyarakat di Pulau Komodo. Hanya beberapa benda dan kuburan ditemukan. Mereka warga negara Kesultanan Bima, tetapi karena pulau itu jauh sekali dari Bima, urusannya kurang diperhatikan oleh Kesultanan itu. 
Masyarakat Pulau Komodo mungkin datang beberapa ratus tahun yang lalu, terutama dari Sumbawa Timur. Ada pendapat bahwa Kesultanan Bima membuang orang ke pulau berbahaya itu tetapi mereka membangun kampung kecil yang masih ada. Namanya kampung Komodo. 12 ‘Pada tahun 1999, ada 281 keluarga dan 1.169 orang di kampung Komodo. Jumlah penduduk yang tinggal di Taman Nasional Komodo sekarang adalah 3.267.’
Taman Nasional Komodo disusun pada tahun 1980 dan ditujukan sebagai Warisan Alam Dunia, dan Tanah Manusia serta Biosefer oleh UNESCO pada tahun 1986. Taman itu disusun semula untuk melindungi naga Komodo dan sejak itu, cita-cita pelindungan diperluas untuk termasuk bioperbedaan seluruhnya, di kedua laut dan tanah.  Ini adalah sejarah Taman Nasional Komodo menurut kantor informasi di Loh Liang,
Komodo: 
1911 Penemuan Komodo oleh J.K.H Van Steyn
1912 Pemberian nama ilmiah Varanus Komodoensis oleh P.A. Owens
1912 SK. Sultan Bima tentang perlindungan Komodo
1926 SK. Pemda Manggarai perlindungan Komodo
1930 SK. Residen Flores perlindungan Komodo
1931 Komodo Tercantum dalam daftar satwa yang mutlak dilindungi dalam UU.                
Perlindungan binatang liar.
1938 Pembentukan Suaka Marga Satwa P. Rinca dan P.Padar
1965 Pembentukan Suaka Marga Satwa P. Komodo
1980 Pembentukan Taman Nasional Komodo
1991 Penunjukan sebagai Warisan alam dunia oleh UNESCO
1992 Komodo sebagai satwa nasional kepres No.4 Tahun 1992 
Pada tahun 2000, rencana pimpinan Taman Nasional Komodo diakui oleh Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. The Nature Conservancy (TNC),
lembaga swasta masyarakat lingkungan yang terbesar di Amerika Serikat, dan
pedagang yang berasal dari Malaysia, Feisol Hashim, akan menguasai Taman
Nasional Komodo selama 25 tahun. Mereka mau melindungi lingkungan setempat
dengan hasil turisme yang akan diperbaiki. 
‘Perusahaan swastanya, Putri Naga Komodo, menguasai enam posisi di dewan
pimpinan dan hanya ada dua untuk wakil pemerintah. 60% perusahaan itu dimilik
oleh TNC.’

2.2  Tinjauan Pustaka
Tidak ada banyak buku tentang Taman Nasional Komodo dan kalau ada, itu biasanya tentang biologi naga Komodo. Karena buku ini tidak menuliskan sejarah atau kebudayaan masyarakat kampung, itu tidak dipakai untuk penelitian ini. Informasi tentang taman itu, dan penduduk serta binatangnya, diambil dari Internet. Tempat yang paling berhasil adalah homepage Taman Nasional Komodo. Di sini adalah informasi tentang rencana TNC dan peraturannya.
Informasi tentang kebudayaan masyarakat kampung Komodo sulit ditemukan, yang ada hanya fakta umum. Juga, ada informasi dari penelitian sebelumnya yang salah. Informasi ini harus ditemukan dan dipecah, dan akan dianalisa nanti.  Jadi penelitian ini sudah agak unik karena itu tentang kebudayaan dan sejarah masyarakat kampung Komodo, tetapai dengan pertanyaan ‘Mengapa kebudayaan masyarakat kampung Komodo terancam?’ itu menjadi perdekatan baru dalam penelitian di daerah ini. 
Hampir semua penelitian sebelumnya termasuk lingkungan dari perspektif pelindungan, ekonomi atau turisme. Kalau masyarakat kampung Komodo tersebut biasanya dengan konteks pengaruhnya pada lingkungan atau ekonomi. Penelitian ini menjelaskan ancaman pada kebudayaannya karena kepentingan kebudayaan itu sendiri, bukan agenda lain. Karena sebab itu, penelitian ini unik dan membuahkan hasil.    
Metode PenelitianSaya memilih metode kualitatif untuk penelitian saya. Dengan metode ini, saya bisa masuk ke dalam Taman Nasional itu dengan topik yang kurang jelas dan mengubahnya sesudah beberapa hari dengan wawancara. Saya tertarik pada hubungan antara orang kampung dan naga Komodo jadi saya meneliti tentang dongengdongeng, cerita dan sejarah orang kampung itu. Kemudian, saya menemukan ada banyak ancaman pada kebudayaannya jadi itu menjadi topik saya. Juga, karena penelitian ini termasuk cerita, bukan hitungan, metode kualitatif lebih baik daripada kuantitatif. Karena banyak dongeng-dongeng ini kuno, saya mewawancarai anggota masyarakat yang lebih tua. Orang-orang tersebut dipilih dengan nasehat orang setempat yang akrab dengan orang kampung itu. Sesudah wakil kepala desa, saya mewawancarai orang dari suku bangsa yang berbeda. Ini penting untuk kebenaran kalau ada lebih daripada satu versi cerita atau cerita yang baru. 
Di Pulau Komodo puluhan abad yang silam, ada sekelompok manusia primitif. Mereka tinggal di kampung Marawangkan dan ada kepala adat yang bernama Umpu Najo. Kalau ada wanita di desa itu yang mau melahirkan, Umpu Najo membelah perutnya jadi bayi itu bisa diambil. Ibu tersebut mati tetapi anaknya hidup.
Umpu Najo mempunyai seorang putra yang akan menikah dengan putri yang bernama Epa. Sembilan bulan setelah acara perkawinan sudah dilangsungkan, Epa siap untuk dibelah. Acara pembelahkan perut itu dilangsungkan dengan sejuta duka dan luka di hati putra kepala adat. Dia pertahankan nasib malang karena itu tradisi kampung Marawangkan dan dia menyaksikan pembelahan perut istrinya. Epa meninggal dan ada dua putra. 
Putra kembar ini adalah Ora (naga) dengan manusia. Nanti, ayah baru itu melupakan tragedi rumah tangganya dan menikah lagi dengan gadis dari kampungnya. Setahun berlalu dan istri putra Umpu Najo menjadi hamil, dan ayah itu tidak memberi kasih pada anaknya. Mereka merasa frustrasi atas sikap orang tuanya dan akhirnya, Ora memilih tinggal di hutan sementara kembarnya masih tinggal di kampung Marawangkan. Setiap kali Ora masuk kampung, dia mencuri ayam. 
Ketika Pulau Komodo menjadi bagian Warisan Alam Dunia, naga Komodo harus dilindungi dari campur tangan manusia. Pusat pemberian makanan itu ditutup dan naga Komodo lapar mulai masuk kampung dan memakan kambing dan ayam. Sementara saya mewawancarai wakil kepala desa, ada teriakan dari keluar rumahnya karena naga Komodo masuk kampung itu dan membunuh kambing. Walaupun situasi sekarang memelihara kelakuan alam naga Komodo, keselamatan masyarakat di kampung, binatangnya, dan hubungun antara masyarakat dan naga Komodo terancam. Masalah dalam Bidang Pendidikan Ada sekolah dasar kecil untuk 400-500 anak setempat di Pulau Komodo. Tingkat pendidikan sedang adalah kelas empat dan tidak ada murid baru setiap tahun. Ratarata, ada empat kelas dan empat guru di setiap kampung di Taman Nasional Komodo dan kebanyakan anak ini tidak tamat dari sekolah dasar. ‘Hanya kira-kira 10% murid yang tamat akan ikut SMP karena kesempatan ekonomi utama adalah pemancingan dan pendidikan tingkat tinggi tidak diperlukan untuk itu.

2.3  Taman Nasional Komodo
Luas Kawasan 
Flora 
Fauna 
Objek Wisata: Satwa Komodo, savanna dan terumbu karang. Tentu saja, satwa Komodo adalah sebab utama para wisatawan menunjungi Taman Nasional Komodo tetapi tempat bersejarah seharusnya disebut sehingga tamu menjadi sadar tentang kebudayaan setempat. Ada banyak tempat bersejarah yang belum diumumkan. Selain tempat yang sudah disebut ada sisa arena tanding kerbau dan asalnya begini pada pendapat orang kampung Komodo: 
Di pulau Komodo, pada jaman Kerajaan Goa, ada adu kerbau di sebuah arena tanding. Kerbau dari Kerajaan Goa ini paling tangguh dan tidak pernah dikalahkan oleh kerbau-kerbau dari kerajaan lain. Berita ini sudah sampai di telinga Sultan Bima dan dia datang ke Pulau Komodo untuk menyertai kompetisi itu. Sultan Bima mengambil kerbau kecil yang bernama Menta Dea ke Pulau Komodo tanpa mengendarai kapal. Dia berjalan diatas permukan laut dan membawa kerbau kerdil yang belum diberi susu oleh induknya dan haus sekali.  Hari demi hari sultan menyeberang laut dengan kerbau kerdil yang akan beradu dengan kerbau terkuat di kerajaan Goa. Semua orang di Komodo tertawa ketika mereka melihat kerbau kecil itu. Mereka berpendapat bahwa Sultan Bima gila.  Pertandingan pun berlangsung. Karena kerbau kecil itu haus sekali, dia berlari dibawah kerbau jantan itu dan mencoba minum. Kerbau Goa menjadi takut dan berlari ke hutan.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan 
Dari hasil pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa ternyata keberadaan Kampung Naga selain menarik karena keunikan kebudayaan masyarakatnya, namun juga ternyata dapat menjadi icon bagi masyarakat Kampung Naga Khususnya dan bagi masyarakat Jawa Barat umumnya bahwa primitifitas atau adat istiadat asli peninggalan nenek moyang itu harusnya bisa menjadi treadceneter dan suatu kebanggan bagi kita yang mewarisinya karena bisa menjadi daya tarik bagi turis lokal maupun dari luar negri untuk di adikan bahan observasi.

3.2  Saran – Saran
Demikianlah penulisan makalah kami, apabila masih terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pembahasan makalah kami ini, terutamanya kami mohon maaf yang sebesar – besarnya dan kami juga harapkan teguran yang sehat sekiranya dapat membangun dalam perbaikan pembuatan makalah kami ini.

DAFTAR PUSTAKA
                                                                          

Syamsuri, Istamar dkk. 2002. IPA Biologi untuk SLTP kelas 1.   Malang. Erlangga.
Sugiarto, Teguh dan Ismawati, Eny. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam kelas VII. Jakarta. Pusat Perbukuan.
v. 2004. SAINS BIOLOGI kelas VII. Erlangga
Marni, Desi dkk. 2011. Makalah Penentuan Nilai Akhir. Bukittinggi. STAIN Bukittinggi.
Buku:  BIOLOGI untuk SMA/MA KELAS X Semester 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar